Minggu, 16 Desember 2007

Kucing di Langit Langit (1)

Sejak seminggu yang lalu saya mendengar suara anak kucing diatas langit-langit kamar kerjaku. Mula mula rasanya seperti mendapatkan semacam teman yang mengingatkan bahwa ada kehidupan lain di sekitar kita selain kehidupan manusia. Sambil merasakan kebersamaan yang aneh dengan keluarga kucing itu, saya berusaha tidak terganggu oleh suaranya dan berusaha menikmatinya.

Tapi lama lama tidak tahan juga. Bau tidak enak diatas langit langit menerobos masuk dari kipas exhaust yang terpasang tepat diatas meja kerjaku. Saya panggil tukang dan saya minta diturunkan semua kotoran yang ada diatas sana. Dalam waktu 30 menit selesailah. Ada 4 ekor bayi kucing mengeong-ngeong hingar bingar didalam kotak supermi setengah terbuka dan kutaruh di teras depan rumah.

"Mana induknya", tanyaku kepada pak tukang. "Tadi sih ada dan galak sekali Pak, tapi kabur setelah saya takut-takuti dengan sapu lidi", jawabnya. Ada rasa bersalah diam diam menelusup dalam benakku.

Bagaimana dengan 4 bayi mungil itu?, aku tiba tiba resah. Bagaimana cara menjaganya agar tetap hidup tanpa ibunya...? Saya termangu menunggu sang ibu "lewat" dan jadi rajin menyimak mungkin saja ada suara mengeong ibu kucing mencari anaknya. Sekali dua ada terdengar, tapi entah di genteng sebelah mana, lalu senyap hanya ada suara petir di kejauhan pertanda akan turun hujan. Awan hitam di Barat. Kotak supermi sudah dihadapkan kearah luar. Berharap suaranya sampai ke telinga ibunya.

Saya perhatikan lagi, ternyata tiga diantara empat anak kucing itu menempel satu sama lain terbelit tali pusar yang belum putus. Seekor diantaranya terjerat kakinya sampai bengkak membiru dan mengeong tak henti hentinya. Mungkin itu yang membuat mereka mengeong kesakitan selain tentu karena laparnya.

Tak tega membiarkannya, di sore hari Minggu yang mendung itu terpaksalah saya mencari pet-shop terdekat yang mungkin bisa membantu. Akhirnya berhasil juga. Keempat makhluk tak berdaya itu terlepas sudah dari belitan ususnya sendiri. Tapi masalahku belum selesai. Bagaimana memberi makan bayi-bayi yang belum bisa melihat, belum bisa jalan, dan masih tergantung pada induknya itu?.

Saya coba dengan botol obat mata. Obat tetes mata yang sudah lama, dan tinggal sedikit isinya saya bersihkan dan saya isi dengan susu. Satu persatu saya cekoki dengan botol kecil itu. Saya berharap setiap tetes akan membuat bayi bayi itu bertahan hidup dan bisa mandiri. Tapi apakah bisa?

Rekan rekan dan sahabat sekalian, apakah bayi bayi itu bisa bertahan dipelihara dengan cara itu?

Bila ada yang tahu, silakan beri sumbang-sarannya (bisa melalui email saya).

Ini memang hanya soal kucing, bukan soal manusia. Tapi saya masih yakin, ini tetap soal kemanusiaan, yaitu tentang bagaimana manusia menyikapi hatinuraninya. Meskipun cuma terhadap binatang.

Bila dunia binatang saja menyimpan persoalan yang begitu rumit, apalagi dunia manusia. Bila oleh dunia kucing saja kita bisa tersentuh kalau kita melihat, terlibat dan mengalaminya, apalagi kalau kita terlibat berada didalam dunia manusia.

Padahal memang kita SEDANG berada dalam dunia manusia. Tapi sayangnya kita manusia sibuk bertengkar, bukannya sibuk perduli.

Hujan mulai turun. Langit gelap. Kotak supermi di pojok teras perlu ditutup lagi dengan plastik atau semacamnya. Mungkin plastik bekas tempat beras bisa dipakai. Nanti saya coba cari setelah menghapus beberapa email posting masuk yang menebarkan kebencian kepada sesamanya.

Hujan makin deras. Hari makin gelap. Suara bayi kucing menangis makin mengiris.

Ferry Wardiman

Tidak ada komentar:

Posting Komentar